TERJEBAK
Ketika jiwa ini
terjebak menggapai langit
Seteguk air putih
pun kadang sulit ditegak. .
Semerbak anyelir dan mawar
menebar ketika
kupu-kupu terbang
membawanya ke
langit surgawi menuju ketahtaanya.
Namun tiba-tiba
kupu-kupu itu terhenti,dan berbalik arah. Menegadah kuasa hati
yang dibalut
materi. Akal tak lagi berdiam di
sanubari, nafsu birahi merambah hati
yang renta.
TERJEBAK II
Ketika akal manusia
terjebak menggapai jingga.
Bau busuk sampah yang menyengat malah habis terhirup
oleh desah
nafasnya. Bahkan ketika s uara-suara asmara menggetarkan sesatnya
yang tak ternalar
,akal sehatpun enggan bertengger di
huniannya. Akibatnya
luluh lantaklah kuasa duniawi . Terbelenggu dalam jeruji
penyesalan.
Keboemen,
April 09
TANGAN –TANGAN TUHAN
Ketika tangan
tangan Tuhan menjamah bumi.
Mengibas kesombongan duniawi, terpendar dalam lorong
gelap yang tak
berbatas. Roh-roh yang belum siap tuk
berpisah
masih mengambang
dan mencari raga.
Ketika tangan
tangan Tuhan menjamah air bah.
Stunami dan situ adalah kekuasaanNya,
tak keberdayaanmanusia
yang berselara bercerai berai seperti
anai-anai hendak
bermetamorfosa.
Ketika
tangan-tangan Tuhan menjamah nurani.
Semua tersujud dan
tertengadah. Terpampang indah sungai
surgawi
Keboemen,
April 09.
Aku akan menjadi mentari
Yang menemanimu menyambut pagi
Aku akan menjadi bulan
Yang Menjagamu dikala malam
Namun cinta lebih abadi dari semua itu
Maka biarKan cintaku menyelimuti hari-harimu
Menemanimu, menjagamu, dan mendekapmu dalam kehampaan
Tanpa ku sadari, engkau hadir dalam hatiku
Tak banyak yg ingin ku ungkapkan
Hanya itu, mungkin ini salah?
Karena terlalu cepat aku mencintaimu
Sementara aku tak mengenalmu
Ku hanya ingin memberimu cinta
Namun tak ada wadah yg kau berikan
Engkau diam, aku pun diam
Tak ada isyarat yg meyakinkan ku
Dan kini aku lemah dlm jebakan cintamu
Aku takut ketika ku sendiri
Namun ketakutan ku semkin menjadi
Ketika engkau hadir di hatiku
Karena itu kini aku meragu
Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah Yang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar